WTO adalah organisasi internasional yang bertugas menjalankan
seperangkat aturan pedagangan. WTO, didirikan pada tahun 1995, merupakan
agen baru perdagangan global yang berkuasa,
yang telah mengubah GATT (Perjanjian Bea-Masuk dan Perdagangan) menjadi sebuah perjanjian yang mampu memaksakan perdagangan global. WTO adalah salah satu mekanisme utama dari globalisasi ekonomi. Pendukungnya mengatakan bahwa WTO berdasarkan pada ‘perdagangan bebas’ (free-trade). Bahkan WTO jauh sekali dari filosofi perdagangan bebas abad ke-18 yang dikembangkan oleh David Ricardo atau Adam Smith, yang berasumsi bahwa baik tenaga kerja maupun modal kerja tidak boleh lintas batas negara..
yang telah mengubah GATT (Perjanjian Bea-Masuk dan Perdagangan) menjadi sebuah perjanjian yang mampu memaksakan perdagangan global. WTO adalah salah satu mekanisme utama dari globalisasi ekonomi. Pendukungnya mengatakan bahwa WTO berdasarkan pada ‘perdagangan bebas’ (free-trade). Bahkan WTO jauh sekali dari filosofi perdagangan bebas abad ke-18 yang dikembangkan oleh David Ricardo atau Adam Smith, yang berasumsi bahwa baik tenaga kerja maupun modal kerja tidak boleh lintas batas negara..
Sebelum Putaran Uruguay, aturan-aturan GATT terpusat pada penentuan
tarif dan kuota. Seluruh anggota GATT sepakat untuk mewajibkan
pelaksanaan aturan-aturannya. Putaran Uruguay memperluas aturan-aturan
GATT mencakup jargon perdagangan yang dikenal sebagai “non-tariff
barriers to trade” (hambatan non-tarif terhadap perdagangan). Rintangan
dimaksud adalah undang-undang keamanan pangan, standar produk,
undang-undang pemakaian uang pajak, kebijakan investasi, dan
undang-undang domestik lainnya yang memengaruhi perdagangan. Aturan WTO
membatasi kebijakan non-tarif yang dapat diberlakukan atau dipertahankan
oleh negara bersangkutan.
Saat ini negara anggota WTO berjumlah 134 negara dan 33 negara
sebagai pengamat. Resminya, keputusan-keputusan di WTO dibuat dengan
cara pemungutan suara (voting) atau konsensus. Namun, berulang-ulang
negara-negara maju, terutama yang disebut negara-negara “QUAD” yaitu
Amerika, Kanada, Jepang, dan Uni Eropa mengeluarkan keputusan-keputusan
penting dalam pertemuan tertutup, dengan tidak mengikutsertakan anggota
WTO lainnya.
Proses pengambilan keputusan WTO yang kurang demokratis dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan, tercermin dalam Proses Penyelesaian
Perselisihan (dispute settlement process) WTO. WTO mengijinkan setiap
negara untuk saling menentang undang-undang dan peraturan masing-masing
negara lainnya yang dianggap melanggar ketentuan WTO. Kasus-kasus
kemudian diputuskan oleh satu panel yang beranggotakan tiga birokrat
perdagangan. Tidak ada aturan mengenai konflik kepentingan, dan para
panelis seringkali tidak begitu mengerti hukum domestik atau
pertanggunggjawaban pemerintah negara bersangkutan terhadap perlindungan
pekerja, lingkungan dan hak asasi manusia.
Pengadilan WTO berlangsung secara rahasia. Dokumen-dokumen,
pemeriksaan-pemeriksaan dan laporan-laporannya bersifat rahasia. Hanya
pemerintah nasional yang dibolehkan berpartisipasi, sekalipun yang
dipersoalkan adalah undang-undang negara. Tidak ada banding di luar.
Begitu keputusan akhir dikeluarkan WTO, negara yang kalah diberi waktu
untuk melaksanakan satu dari tiga pilihan: mengubah undang-undangnya
agar sesuai dengan ketentuan WTO, membayar ganti kerugian tetap kepada
negara yang menang, atau mendapat sanksi perdagangan yang tidak dapat
ditawar lagi.
Dalam prosesnya, WTO telah mengeluarkan beragam kebijakan dalam
bentuk perjanjian yang menguntungkan dan merugikan salah satu pihak.
Kebijakan-kebijakannya antara lain :
1. TRIPS (Perjanjian Perdagangan yang Berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual / HAKI) mengatur aturan global yang harus dilaksanakan mengenai hak paten, hak cipta (copy right) dan merk dagang.
2. Perjanjian WTO tentang Standar Sanitasi dan Fitosanitasi (Sanitary and Phytosanitary Standards) membatasi kebijakan pemerintah dalam hal keamanan makanan (kontaminasi bakteri, pestisida, pemeriksaan dan pelabelan) dan kesehatan binatang dan tanaman (impor wabah dan penyakit).
3. Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture / AOA) dalam Putaran Uruguay mengatur perdagangan pangan secara internasional dan dalam negeri. Aturan-aturan ini memacu lajunya konsentrasi pertanian ke agribisnis dan melemahkan kemampuan negara-negara miskin untuk mencukupi kebutuhan swadaya pangan dengan cara bertani subsistens.
4. GATS (General Agreement on Trade in Services atau Perjanjian Perdagangan Jasa) adalah salah satu dari 15 Perjanjian Putaran Uruguay yang diwajibkan oleh WTO.
1. TRIPS (Perjanjian Perdagangan yang Berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual / HAKI) mengatur aturan global yang harus dilaksanakan mengenai hak paten, hak cipta (copy right) dan merk dagang.
2. Perjanjian WTO tentang Standar Sanitasi dan Fitosanitasi (Sanitary and Phytosanitary Standards) membatasi kebijakan pemerintah dalam hal keamanan makanan (kontaminasi bakteri, pestisida, pemeriksaan dan pelabelan) dan kesehatan binatang dan tanaman (impor wabah dan penyakit).
3. Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture / AOA) dalam Putaran Uruguay mengatur perdagangan pangan secara internasional dan dalam negeri. Aturan-aturan ini memacu lajunya konsentrasi pertanian ke agribisnis dan melemahkan kemampuan negara-negara miskin untuk mencukupi kebutuhan swadaya pangan dengan cara bertani subsistens.
4. GATS (General Agreement on Trade in Services atau Perjanjian Perdagangan Jasa) adalah salah satu dari 15 Perjanjian Putaran Uruguay yang diwajibkan oleh WTO.
Secara idealis, WTO pada dasarnya merupakan organisasi perdagangan
yang berfungsi mengatur lalu-lintas perdagangan dunia. Berperan besar
dalam mediasi konflik-konflik perdagangan antar negara sehingga
kepentingan negara-negara anggotanya. WTO berperan dalam usaha
peningkatan volume perdagangan antar negara karena perjanjian-perjanjian
yang dihasilkannya memacu kompetisi antar negara untuk inovatif dan
kreatif. Hal ini dilaksanakan sebagai bentuk implementasi
prinsip-prinsip dalam WTO:
1. perdagangan tanta diskriminasi
2. perdagangan yang lebih bebas secara gradual melalui negosiasi
3. kemampuan memprediksi: melalui pengetatan dan transparansi
4. mendorong terciptanya kompetisi yang adil
5. mendorong pertumbuhan dan reformasi ekonomi
Prinsip-prinsip dasar diatas telah mendorong WTO untuk berperan lebih significan dalam memacu perdagangan antar negara. Selain itu, didalam WTO sendiri, proses negosiasi melalui konsensus juga melahirkan farsi-faksi dalam intern WTO. Farsi-faksi tersebut bekerja berdasarkan kepentingan mereka masing-masing.
1. perdagangan tanta diskriminasi
2. perdagangan yang lebih bebas secara gradual melalui negosiasi
3. kemampuan memprediksi: melalui pengetatan dan transparansi
4. mendorong terciptanya kompetisi yang adil
5. mendorong pertumbuhan dan reformasi ekonomi
Prinsip-prinsip dasar diatas telah mendorong WTO untuk berperan lebih significan dalam memacu perdagangan antar negara. Selain itu, didalam WTO sendiri, proses negosiasi melalui konsensus juga melahirkan farsi-faksi dalam intern WTO. Farsi-faksi tersebut bekerja berdasarkan kepentingan mereka masing-masing.
Ada tiga kategori isu, yaitu: Kategori pertama, banyak perjanjian WTO
(Pertanian, Hak Kekayaan Intelektual, Jasa) memiliki pembahasan tetap
(built-in review) dalam satu periode tertentu. Pembahasan ini tidak
harus merupakan perundingan deregulasi baru. Kategori kedua termasuk
komitmen-komitmen yang dibuat dalam pertemuan tingkat menteri sebelumnya
untuk mengadakan perundingan tentang pertanian dan jasa di masa yang
akan datang. Pertanyaan kunci yang akan dipecahkan dalam tahun ini
adalah apakah kategori ketiga yaitu ‘isu-isu baru’ akan masuk dalam
pembahasan WTO. Masuknya isu-isu baru seperti masalah investasi,
kebijakan persaingan (competition policy) dan belanja pemerintah
(government procurement), akan semakin jauh memperluas kekuasaan WTO.
Melihat konstelasi dan kontestasi WTO dewasa ini, muncul tantangan
diadalamnya. Gesekan antar kepentingan kelompok menjadi tantangan
sendiri bagi WTO, terutama terlihat ketika KTT di Seattle, kepentingan
antar kelompok menjadi sangat tajam sehingga memunculkan kesulitan akut.
Pada pertemuan di Seattle, negara-negara WTO akan mematangkan Deklarasi
Kementerian (Ministerial Declaration) yang akan mengumumkan agenda WTO
yang akan datang. Pada akhir putaran sebelumnya, anggota WTO setuju
untuk membentuk komite untuk mempertimbangkan mengenai pertanian, jasa,
dan HAKI (sekarang disebut agenda tetap / built-in agenda). Sekarang
beberapa negara ingin menambahkan investasi (MAI), belanja pemerintah
dan kebijakan persaingan, serta menghendaki agar diadakan suatu
perundingan “Putaran Milenium” yang baru. Apapun perundingan masa depan
yang akan disepakati, kita dapat mengantisipasi adanya deregulasi lebih
lanjut yang menyokong kepentingan swasta. Uni Eropa menghendaki Putaran
Millenium di Seattle. Amerika Serikat menghendaki lebih banyak
dibatasinya agenda tetap. Beberapa negara berkembang menentang keras
perundingan lebih lanjut, mengingat sebagian deregulasi dan swastanisasi
merugikan mereka. Mereka menentang putaran baru, dan menghendaki WTO
berputar haluan (turn-around), suatu tema yang telah disiarkan oleh para
aktivis sedunia. Dan penentangan dari demonstran ati WTO juga menjadi
pertanyaan besar didalamnya, apa yang salah dengan WTO sehingga mendapat
penolakan dari masyarakat internasional?
Secara teoretik, WTO dapat dijelaskan dengan konsep neo-liberalisme
dalam menjelaskan produk-produknya. Perdagangan bebas sebagai roh WTO
dilandasi atas pemikiran Hayek tentang keikutsertaaan negara dala
aktivitas ekonomi akan mendistorsi pasar, dan pemikiarn TOM Friedman
tentang mekanisme pasar sebagai tolok ukur. Perjanjian-perjanjian dalam
WTO mempunyai arah pengurangan intervenÃs negara dalam perekonomian, dan
dapat dilihat dari GATS, TRIPS, SPS, danAOA. Selain itu juga
dipengaruhi oleh pemikiran David Ricardo tentang comparative advantage.
Pemikiran David Ricardo ini merupakan nafas terbentuknya WTO. Melihat
dunia pasca malaise, diperlukan suatu organisasi ekonomi yang mengatur
perekonomian dengan konsentrasi masalah pengaturan perdagangan, maka
pada saat itu dibentuk GATT sebagai embrionya. Berkaitan dengan hegemoni
statu negara dalam WTO, factor soft power Sangay dominan didalamnya.
Disparitas kondisi perekonomian tiap-tiap negara menyebabkan kekuatan
yang lebih besar mempunyai dominasi cukup kuat dalam setiap perjanjian.
Tetapi konsep ini menjadi tidak relevan apabila terjadi penentangan
dalam jumlah cukup besar oleh lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar