Faris Khoirul Anam
Penemuan ilmiah membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari planet bumi. Fakta ini memperkuat kebenaran ilmiah dan ruhiah Islam, sekaligus menjadi dasar kuat penerapan jam Makkah sebagai acuan waktu dunia, menggantikan Greenwich yang penuh kontroversi.
Jama’ah haji mulai kembali ke negaranya
masing-masing. Sekian lama mereka harus meninggalkan negeri
masing-masing. Kini telah tuntas mereka mengusaikan manasik, atau
ritual-ritual ibadah haji di berbagai tempat yang ada di Makkah dan
sekitarnya. Dalam beberapa hari di bulan Dzulhijjah itu, mereka diberi
kemuliaan oleh Allah untuk menjadi tamu-Nya, mengunjungi rumah-Nya,
kiblat kaum muslimin di seluruh dunia.
Allah telah menjadikan Makkah sebagai tanah suci, bahkan dipilih-Nya sebagai tempat bagi baitullah (rumah Allah), sekaligus sebagai tempat diutusnya nabi dan rasul terakhir Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keistimewaan ini memunculkan pertanyaan, mengapa Makkah?
Tentu, hal itu adalah rahasia Allah.
Namun, dari kajian yang dilakukan ilmuwan muslim, terungkap fakta
mengejutkan tentang keistimewaan kota Makkah, bila ditilik dari sudut
ilmu geografi (ilmu bumi) dan geologi (ilmu tanah). Sekelompok ilmuwan
yang dipimpin oleh Dr Husain Kamaluddin, seorang dosen ilmu ukur bumi,
telah membuktikan bahwa Makkah adalah pusat bumi.
Pada mulanya, penelitian itu bertujuan
untuk menemukan suatu cara yang bisa membantu seorang muslim untuk
memastikan lokasi kiblat, dari tempat manapun di dunia. “Kami
katakan di dalam bumi, bukan di atas bumi, karena atmosfer mengikuti
planet bumi. Dengan demikian manusia selalu berada di dalam bumi, kecuali bila ia terbang ke luar angkasa,” tutur Dr Husain mengawali penjelasan ilmiahnya.
Namun di tengah risetnya, pria ini
seperti menemukan durian runtuh. Betapa tidak, ia berhasil mengungkap
fakta yang seharusnya dapat memecahkan polemik ratusan tahun tentang
pusat planet bumi. Bersama timnya, ilmuwan Mesir ini mendapati Makkah
sebagai pusat bagi seluruh benua yang ada di bumi.
Pada mulanya ia menggambar peta bumi
untuk memastikan arah kiblat dari berbagai tempat. Setelah menggambar
benua-benua berdasarkan jarak setiap tempat yang ada di keenam benua
serta lokasinya dari Kota Makkah al-Mukarramah, ia memulai menggambar
garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan
garis lintang. Pada penelitian pertama ini, ia sudah menemukan fakta
bahwa Makkah adalah pusat bumi, karena kota suci tersebut menjadi titik
pusat garis-garis itu!
Dr Husain yang saat itu menjadi Kepala
Bagian Ilmu Ukur Bumi di Universitas Riyadh Saudi Arabia, kemudian
membuat garis-garis benua dan segala perinciannya untuk kepentingan
risetnya. Pekerjaannya terbantu oleh program-program komputer untuk
menentukan jarak-jarak valid dan variasi-variasi berbeda, serta banyak
hal lainnya. Ia kagum terhadap apa yang ia temukan, bahwa Makkah memang
benar-benar pusat bumi.
Ia berhasil membuat lingkaran detail
dengan Makkah sebagai pusatnya. Garis-garis luar lingkaran itu berada
di luar benua-benua, sedangkan keliling garisnya berputar bersama garis
luar benua-benua itu. Dalam riset ini, Dr Husain bersama timnya
berhasil menemukan salah satu hikmah ilahiah: mengapa Makkah al-Mukarramah dipilih sebagai tempat bagi baitullah! (Majalah al-‘Arabi, edisi 237, Agustus, 1978).
Foto-foto satelit, studi-studi topografi
dan kajian lapisan bumi serta geografi yang muncul kemudian pada tahun
90-an, menekankan hasil yang sama dengan penemuan tim Dr Husain di
tahun 70-an itu.
Telah menjadi teori yang mapan secara
ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi
yang panjang bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab.
Lempengan-lempengan ini terus- menerus memusat ke arah itu seolah-olah
menunjuk ke Makkah.
Studi ilmiah yang menghasilkan teori itu
memang dilaksanakan untuk tujuan berbeda, bukan dimaksud untuk
membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari bumi. Namun studi yang
diterbitkan di dalam banyak majalah sains di Barat itu, dengan
sendirinya turut menegaskan bahwa pusat planet bumi adalah kota suci
umat Islam, Makkah al-Mukarramah. Subhanallah!
Kebenaran ilmiah itu menjadi pembuktian firman Allah berikut ini:
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya.” (QS. Al-An’am: 92)
Dalam ayat lain, yakni pada Surat asy-Syura ayat 7, Allah juga menyebut Makkah dengan Ummul Qura, dan negeri-negeri lain dengan “negeri-negeri di sekelilingnya”.
Mengapa Allah menyebut Makkah sebagai Ummul Qura (induk kota-kota)? Mengapa Allah menyebut daerah selain Makkah dengan kalimat “negeri-negeri di sekelilingnya”?
Dipastikan melalui berbagai penemuan
mutakhir di abad ini bahwa hal itu terkait dengan pusat bumi dan
hal-hal yang mengelilinginya. Kata “Ummul Qura’” berarti induk
bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah
adalah pusat bagi kota-kota lain, sementara yang lain hanyalah berada
di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam.
Sebagaimana seorang ibu yang menjadi
sumber keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri
lain. Selain itu, kata “ibu” memberi Makkah keunggulan di atas
semua kota lain. Karena Makkah juga disebut Bakkah, tempat di mana umat
Islam melaksanakan haji itu, terbukti sebagai tempat yang pertama
diciptakan.
Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa
bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat
luas). Kemudian gunung api di dasar samudera meletus dengan keras dan
mengirimkan lava dan magma dalam jumlah besar dan membentuk “bukit”.
Bukit inilah yang kemudian menjadi tempat Allah memerintahkan untuk
menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat). Batu basal Makkah dibuktikan
oleh suatu studi ilmiah sebagai batu paling purba di bumi.
Jika demikian, ini berarti bahwa Allah
terus-menerus memperluas dataran ini. Adakah hadits nabi yang
menunjukkan fakta mengejutkan ini? Jawabannya adalah “ya!” Nabi bersabda, “Ka’bah itu seperti tanah di atas air, dari tempat itu bumi ini diperluas.”
Menjadi tempat yang pertama diciptakan
menambah sisi spiritual tempat tersebut. Allah telah memuliakan Makkah
saat Dia menjadikannya sebagai pusat ibadah umat Islam, terutama ibadah
haji. Allah juga berkehendak menjadikan rumah yang digunakan untuk
menyembah-Nya terletak di Makkah, sebagai kota tujuan umat muslim dalam
haji dan umrah. Makkah berada di tengah bumi, sejalan dengan makna
firman Allah dalam Surat al-Baqarah:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil.” (dari QS al-Baqarah: 143).
Kata “adil” pada ayat di atas diterjemahkan dari kata wasath, yang dalam bahasa Arab berarti “tengah-tengah.”
Bagi yang mempercayai mukjizat angka dalam al-Qur’an akan menemukan
fakta, bahwa ayat yang menegaskan tentang tengah-tengahnya umat Islam
ini terdapat pada ayat 143, dan itu adalah tengah-tengahnya Surat
al-Baqarah yang memiliki 286 ayat. Maha Besar Allah!
Dari Greenwich ke Makkah
Sejumlah pakar Islam di bidang geologi
dan ilmu syariah mulai mengkampanyekan persamaan waktu dunia dengan
merujuk waktu Makkah al-Mukarramah. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mengganti persamaan waktu Greenwich (GMT) yang selama ini digunakan
banyak penduduk dunia. Menurut sejumlah kajian ilmiah, Makkahlah yang
seharusnya menjadi pusat bumi.
Persoalan tersebut muncul dalam Konferensi Ilmiah bertajuk “Makkah Sebagai Pusat Bumi, antara Teori dan Praktek”.
Konferensi yang diselenggarakan di ibukota Qatar, Dhoha pada tahun ini
(2009) menyimpulkan tentang acuan waktu Islam berdasarkan kajian
ilmiah yakni Makkah. Konferensi juga menyeru pada umat Islam agar
mengganti acuan waktu dunia yang selama ini merujuk pada Greenwich.
Konferensi juga dihadiri oleh Syaikh Dr Yusuf al-Qaradhawi, dan juga
sejumlah pakar geologi Mesir seperti Dr Zaghlul Najjar, dosen ilmu bumi
di Wales University di Inggris, serta Ir Yaseen Shaok, seorang saintis
yang mempelopori jam Makkah.
Dr Qaradhawi dalam kesempatan itu
menyampaikan dukungannya agar umat Islam dan juga dunia menggunakan
acuan waktu Makkah sebagai acuan waktu yang sejati, karena Makkah
adalah pusat bumi. “Kami menyambut kajian ilmiah dengan hasil yang
menegaskan kemuliaan kiblat umat Islam. Meneguhkan lagi teori bahwa
Makkah merupakan pusat bumi adalah sama dengan penegasan jati diri
keislaman dan menopang kemuliaan umat Islam atas agama, umat dan peradabannya,” jelas Qaradhawi yang juga ketua Asosiasi Ulama Islam Internasional itu.
Terkait Makkah sebagai pusat bumi, Dr
Zaghlul Najjar mengamini penelitian saintifik yang dilakukan oleh Dr
Husain Kamaluddin di atas, bahwa ternyata Makkah Mukarramah memang
menjadi titik pusat bumi. Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Egyptian Scholars of The Sun and Space Research Center yang
berpusat di Kairo itu, melukiskan peta dunia baru, yang dapat
menunjukkan arah Makkah dari kota-kota lain di dunia. Dengan
menggunakan perkiraan matematik dan kaidah yang disebut “spherical triangle”
Dr Husain menyimpulkan kedudukan Makkah betul-betul berada di
tengah-tengah daratan bumi. Sekaligus membuktikan bahwa bumi ini
berkembang dari Makkah.
Ada banyak argumentasi ilmiah untuk
membuktikan bahwa Makkah merupakan wilayah nol bujur sangkar yang
melalui kota suci tersebut, dan tidak melewati Greenwich di Inggris.
GMT dipaksakan pada dunia ketika mayoritas negeri di dunia berada di
bawah jajahan Inggris. Jika waktu Makkah yang diterapkan, maka mudah
bagi setiap orang untuk mengetahui waktu shalat, sekaligus akan
mengakhiri kontroversi lama yang dimulai empat dekade lalu tentang
rujukan waktu dunia. Kini menjadi keharusan bagi umat dan media Islam
untuk terus mengkampanyekan kebenaran ini.
Sumber: http://cahayanabawiyonline.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar