Dalam ibadah shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakan shalat sunnah rawatib dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian jauh). Berikut beberapa tuntunan shalat sunnah rawatib dan bacaannya :
Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan shalat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang shalat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga”. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan shalat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang shalat sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya”. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)Adapun shalat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di antara shalat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan shalat sunnah rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (shalat) empat rakaat sebelum dzuhur dan dua rakaat sesudahnya, Allah SWT haramkan baginya api neraka”. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
Jumlah Shalat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah shalat sunnah rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada shalat sunnah rawatib, maka Allah SWT akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh”. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
Surat yang Dibaca pada Shalat Sunnah Rawatib
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada shalat sunnah sebelum subuh membaca surah Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surah Al Ikhlas (قل هو الله أحد).” (HR. Muslim no. 726)Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada shalat sunnah sebelum shubuh dirakaat pertamanya membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS. Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surah pada shalat sunnah sesudah maghrib:” surah Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surah Al Ikhlas (قل هو الله أحد). (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih, Ibnu Majah no. 1166)
Apakah Shalat Sunnah Rawatib 4 Rakaat Qobliyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau 2 Kali Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Shalat Sunnah Rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang yang shalat sunnah rawatib empat rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat (sunnah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
Tempat Mengerjakan Shalat Sunnah Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari shalat-shalat dan jangan jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhari no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan shalat sunnah rawatib di rumahnya, meskipun di Makkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan di rumah dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat Nabi shallallahu a’alihi wasallam bersabda sementara beliau berada di Madinah. Ironisnya manusia sekarang lebih mengutamakan melakukan shalat sunnah rawatib di Masjidil Haram, dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)
Waktu Mengerjakan Shalat Sunnah Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap shalat sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari masuknya waktu shalat fardhu hingga shalat fardhu dikerjakan, dan shalat sunnah rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya shalat fardhu hingga berakhirnya waktu shalat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam shalat itu terdapat shalat sunnah rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan shalat sunnah rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah shalat sunnah rawatib ba’diyah kemudian shalat sunnah rawatib qobliyah, contoh: Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan shalat sunnah rawatib qobliyah, mendapati imam sedang mengerjakan shalat dzuhur, maka apabila shalat dzuhur telah selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah shalat sunnah rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian empat rakaat shalat sunnah rawatib qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
Memutus Shalat Sunnah Rawatib Ketika Shalat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Apabila shalat telah ditegakkan dan ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid atau shalat sunnah rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk memutus shalatnya dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat fardhu, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah shalat telah ditegakkan maka tidak ada shalat kecuali shalat fardhu.”, akan tetapi seandainya shalat telah ditegakkan dan seseorang sedang berada pada posisi rukuk di rakaat yang kedua, maka tidak ada halangan bagi dia untuk menyelesaikan shalatnya. Karena shalatnya segera berakhir pada saat shalat fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa 11/392 dan 393)
Apakah Mengerjakan Shalat Sunnah Rawatib Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi kaum muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum) setelah shalat fardhu hendaknya mendengarkannya, kemudian setelahnya ia mengerjakan shalat sunnah rawatib seperti ba’diyah dzuhur, maghbrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-’Alamiyah Wal-Ifta’, 7/234)
Tersibukkan Dengan Memuliakan Tamu Dari Meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Pada dasarnya seseorang terkadang mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama) kemudian melakukan yang lebih afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan adanya sebab. Maka seandainya seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di saat adanya shalat sunnah rawatib, maka memuliakan tamu didahulukan daripada mengerjakan shalat sunnah rawatib ”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
Faedah
Ibmu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan shalat-shalat dari tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan menjaga 17 rakaat dari shalat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari shalat sunnah rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat shalat malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan shalat selain yang tersebutkan bukanlah shalat sunnah rawatib, maka
sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan
terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut).
Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya
dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40
kali? Allah SWT lah tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar