Teringat pembicaraan bersama keluarga Om saya beberapa waktu yang
lalu, saat menyaksikan gaya berpakaian wanita-wanita zaman ini di
sepanjang perjalanan kami dari Cikarang ke Tangerang, kami tergelitik
dengan salah satu bagian pakaian yang bernama jilbab.
Jilbab yang sebenarnya merupakan salah satu bagian pakaian wajib bagi perempuan, seperti dalam firman Allah SWT,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu,
dan istri-istri orang-orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah
SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).
Saat ada acara keagamaan atau pada hari raya ramai-ramai memakai
jilbab. Lepas dari momen itu, kembali auratnya dibiarkan diterpa angin.
Tidak memandang mereka artis atau bukan, fenomena seperti ini sering
kita jumpai di sekitar kita.
Dalam konteks lain, sering pula kita jumpai mereka yang memakai
jilbab hanyalah untuk menutupi rambutnya yang menurut mereka sendiri
kurang bagus. Namun di kesempatan lain kita dibuat tertegun saat dengan
santai dan bangganya ia berjalan di depan umum dengan memamerkan rambut
barunya yang baru saja direbonding. Bahkan mereka tidak menyadari
tentang hukum rebounding itu sendiri dalam Islam.
Satu alasan lain wanita memakai jilbab ternyata hanya karena ia
sering dipuji lebih cantik jika memakai jilbab. Sedangkan hatinya
sebenarnya merasa enggan memakai jilbab. Ia memakai jilbab namun
terkadang pakaian yang ia kenakan menunjukkan lekuk-lekuk tubuhnya. Hal
ini oleh nabi sering disinggung sebagai “wanita yang berpakaian tapi
telanjang.” Sayang sekali, karena mereka yang berpakaian ketat atau
seksi sudah dijelaskan tidak akan mencium bau surga. Mencium baunya saja
diharamkan, apalagi tinggal di dalamnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ
رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat:
[1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul
manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang,
berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita
seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR.
Muslim no. 2128)
Dengan alas an bahwa berbagai perilaku seperti di atas masih lebih
baik daripada sama sekali tidak pernah memakai jilbab atau bahkan
menghalangi wanita lain untuk berjilbab, mereka seolah-olah ingin
‘mencurangi’ hukum Islam. Seharusnya setiap muslimah memahami bahwa
berjilbab itu merupakan suatu kewajiban. Ia mengenakan jilbab karena
benar-benar diniatkan mengharap ridha Allah. Hal ini senada dengan sabda
rasul yang menyatakan bahwa suatu amal itu tergantung dari niatnya.
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاضي الله عنه قال: سمعت رسول الله
صلى الله عليه وسلم يقول: إنما الأعمال بالنيات, وإنما لكل امرئ ما نوى.
فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله, ومن كانت هجرته
لدنيا يصيبها, أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه. {رواه إماما
المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه
البخاري وأبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في
صحيحيهما الذين هما أصح الكتب المصنفة}.
Dari Amir Mukminin Abi Hafsh Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
”Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa
yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah
dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang akan
diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa
yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Insya Allah jika segala sesuatu diniatkan karena Allah, Dzat Yang
Abadi, suatu perilaku itu juga akan abadi meski banyak godaan dan
hambatan untuk tetap istiqamah.
Note : Jilbab di sini lebih cenderung saya artikan sebagai kerudung
karena di lingkungan kita lebih sering dipahami seperti itu. Sedangkan
pengertian jilbab, kerudung, burka, dsb sudah banyak diulas di berbagai
artikel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar