My Sites

This site is under construction.. :)

Create Your Badge

15 Jun 2013

Faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPn)

Kewajiban membuat Faktur Pajak

Pasal 13 ayat (1) UU PPN 1984 menentukan : “Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan untuk setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c.”


b. Pengertian Faktur Pajak.

Berdasarkan fungsinya, Faktur Pajak mengandung tiga macam pengertian, yaitu :

1) Dalam pasal 1 angka 23 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungut-an pajak yang dibuat oleh PKP Penjual atau Pengusaha Jasa.
2) Ditinjau dari sisi pembeli atau penerima JKP, Faktur Pajak adalah bukti pembayaran pajak kepada PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.
3) Dalam memori penjelasan Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 antara lain ditegaskan bahwa Faktur Pajak adalah sarana untuk mengreditkan Pajak Masukan.


c. Jenis Faktur Pajak

Dalam penjelasan Pasal 13 ayat (1) UU PPN 1984, ditegaskan 3 (tiga) macam Faktur Pajak yaitu:

1) Faktur Pajak Standar

Dalam pasal 1 angka 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/2006 tanggal 31 Oktober 2006 yang mengatur tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, Dan Tata Cara Pembetukan Faktur Pajak Standar menetapkan bahwa Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang:
a) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP atau JKP
b) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP ;
c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga ;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut ;
f) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak ; dan
g) Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak Gabungan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) UU PPN 1984 sebenar-nya adalah Faktur Pajak Standar yang memuat semua penyerahan BKP atau JKP dalam satu Masa Pajak kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama..

2) Dokumen tertentu yang dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak di perlaku-kan sebagai Faktur Pajak Standar.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (6) UU PPN 1984 jo Keputusan Direktur Jenderal Nomor 522/PJ/ 2000 tanggal 6 Desember 2000 dan Nomor KEP-312/PJ/2001 tanggal 23 April 2001 ditetap-kan dokumen-dokumen tertentu sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu :
a) PIB dan SSP untuk impor BKP
b) PEB yang telah difiat muat Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilampiri invoice
c) SPPB (Surat Perintah Pengiriman Barang) dari BULOG/DOOLOG
d) Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat oleh Pertamina atas penyerahan BBM dan non BBM
e) Kuitansi atas penyerahan jasa telekomunikasi
f) Tiket, airway bil), delivery bill yang dibuat perusahaan jasa angkutan udara dalam negeri
g) SSP PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean
h) Nota Penjualan Jasa atas penyerahan jasa kepelabuhanan
i) Tanda pembayaran atau kuitansi langganan listrik.
Dokumen-dokumen tersebut harus memuat sekurang-kurangnya :
a) Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen ;
b) Nama, Alamat dan NPWP penerima dokumen sebagai wajib pajak dalam negeri;
c) Jumlah satuan apabila ada ;
d) Dasar Pengenaan Pajak ;
e) Jumlah pajak yang terutang.

3) Faktur Pajak Sederhana.

Dalam Pasal 13 ayat (7) UU PPN 1984 jo Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/KMK.04/2000 tanggal 6 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Kepu-tusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ/2004 tanggal 25 Agustus 2004 ditetapkan bah-wa PKP dapat membuat Faktur Pajak Sederhana atas penyerahan BKP atau JKP sepanjang meme-nuhi syarat sebagai berikut :
1) Faktur Pajak Sederhana boleh dibuat dalam hal :
a) penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada konsumen akhir ; atau
b) pembeli BKP/penerima JKP yang nama, alamat atau NPWP-nya tidak diketahui.
2) Membuat Faktur Pajak Sederhana tidak memerlukan ijin dari siapapun.
3) Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, karcis, kuitansi, segi kas register, dan sejenisnya.
4) dalam Faktur Pajak Sederhana minimal mencantumkan nama, alamat dan NPWP di Pembuat; Jenis dan kuantum BKP/JKP; harga.penyerahan termasuk PPN atau ditulis terpisah; tanggal pembuatan Faktur Pajak
5) Faktur Pajak Sederhana harus dibuat dalam rangkap dua, atau satu lembar dengan pertinggal berupa potongan/bagian dari Faktur Pajak Sederhana yang diserahkan kepada pembeli/ pene-rima jasa, seperti pada umumnya yang terjadi pada karcis.
6) Kelemahan Faktur Pajak Sederhana adalah Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan ;
7) Dibuat paling lambat pada saat penyerahan BKP/JKP, atau paling lambat pada saat pembayar-an dalam hal pembayaran diterima sebelum dilakukan penyerahan.

Penjelasan Lebih Lanjut ttg Faktur Pajak Sederhana - Klik disini



d. Pengadaan Formulir Faktur Pajak Standar

Tata cara pengadaan formulir Faktur Pajak Standar dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Setiap Faktur Pajak Standar wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
2) Bentuk formulir Faktur Pajak Standar disesuaikan dengan kebutuhan administrasi PKP yang bersangkutan.
3) Formulir Faktur Pajak dapat dicetak dalam warna putih untuk seluruh lembar atau antara lembar kesatu, kedua dan ketiga dapat dicetak dalam warna yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan atau keperluan PKP.
4) Faktur Pajak Standar dibuat minimal dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan:
Lembar ke-1 : untuk diberikan kepada Pembeli BKP atau penerima JKP,
Lembar ke-2 : sebagai arsip PKP yang bersangkutan.
Dalam hal dibuat lembar ke-3, peruntukannya supaya disebutkan dengan jelas.
5) Faktur Pajak Standar dapat dibuat dengan menggunakan komputer sepanjang memenuhi sya-rat yang telah ditentukan.

e. Tata Cara Mengisi Faktur Pajak Standar

Adapun tata cara mengisi Faktur Pajak Standar, ditentukan sebagai berikut:

1) Penjelasan Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984, dan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Direk-tur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 menetapkan bahwa Faktur Pajak harus diisi de-ngan lengkap, benar dan jelas baik secara formal maupun materiel dan ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang ditunjuk oleh PKP.
Faktur Pajak yang diisi tidak sesuai ketentuan ini menjadi Faktur Pajak cacat, sehingga PPN yang ada di dalamnya tidak dapat dikreditkan.
Namun, kiranya perlu disadari bahwa tidak mencantumkan keterangan NPPKP Pembeli dalam Faktur Pajak Standar tidak mengakibatkan Faktur Pajak Standar menjadi cacat. Hal ini disebabkan oleh :
a) berdasarkan Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984, sejak 1 Januari 2001, UU PPN 1984 tidak mengakui eksistensi NPPKP;
b) Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 pada dasarnya menetapkan bahwa keterangan yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 wajib diisi dengan lengkap, benar dan jelas oleh PKP. Pasal 1 angka 3 ini merupakan duplikasi dari materi Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 yang menentukan syarat minimal keterangan yang wajib dicantumkan dalam Faktur Pajak Standar. Dalam rincian kete-rangan tersebut tidak tercantum keterangan tentang NPPKP Pembeli BKP atau Penerima JKP. Oleh karena itu, tanpa mencantumkan keterangan tentang NPPKP dimaksud, berarti Faktur Pajak Standar ini sudah diisi sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984, sehingga tidak tergolong sebagai Faktur Pajak Standar cacat.

2) Sejak 1 Januari 2007, berdasarkan Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 ditetapkan bahwa PKP yang membuat Faktur Pajak Standar wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagai berikut :
(1) Kode Faktur Pajak, terdiri atas:
- 2 (dua) digit Kode Transaksi;
- 1 (satu) digit Kode Status, yang meliputi: 0 untuk Normal, 1 untuk Penggantian
- 3 (tiga) digit Kode Cabang.
(2) Nomor Seri Faktur Pajak, terdiri atas:
- 2 (dua) digit tahun penerbitan;
- 8 (delapan) digit Nomor Urut.

3) Penandatanganan Faktur Pajak Standar.
a) PKP wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis nama pejabat yang berhak menanda-tangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala KPP paling lambat pada saat pejabat dimaksud mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, menggunakan formulir yang telah ditetapkan.
b) Pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak dapat lebih dari 1 (satu) orang.
c) Dalam hal PKP Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi memberi kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, maka dengan formulir khusus PKP wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala KPP paling lambat pada saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar dan menyertakan Surat Kuasa Khusus.
d) Apabila terjadi perubahan pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar, maka PKP wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada KPP paling lambat pada saat pejabat atau kuasa pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak.
4) Dalam hal nama BKP/JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak Standar, maka PKP dapat :
a) membuat lebih dari 1 (satu) formulir Faktur Pajak Standar yang masing-masing formulir menggunakan kode, nomor seri, dan tanggal Faktur Pajak Standar yang sama, serta ditan-datangani dan diberi keterangan nomor halaman pada setiap lembarnya, dan khusus untuk pengisian baris/kolom “Jumlah, Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar Pengenaan Pajak, Pajak Pertambahan Nilai”, cukup diisi pada formulir terakhir; atau
b) membuat 1 (satu) Faktur Pajak Standar dengan menunjuk nomor dan tanggal Faktur Pen-jualan yang merupakan lampiran dari Faktur Pajak Standar tersebut.
5) Faktur Pajak yang terdapat kesalahan dalam pengisian supaya dibetulkan dengan cara dibuat Faktur Pajak Standar Pengganti. Faktur Pajak yang salah tersebut dilampirkan, dan pada Fak-tur Pajak Standar Pengganti dibubuhi cap yang mencantumkan Nomor Seri, Kode dan tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti.
Pengisian Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti dapat ditulis secara manual.
6) Membetulkan Faktur Pajak tidak boleh dilakukan dengan cara lain misalnya dengan coretan atau dihapus dengan cara apapun. Coretan tidak diperkenankan kecuali pada kolom dengan tanda asterix (*) dengan catatan “coret yang tidak perlu”, wajib dicoret.
7) Dalam hal Faktur Pajak Standar hilang, PKP yang berkepentingan dapat minta Faktur Pajak sebagai pengganti kepada PKP Penjual/Pengusaha jasa dengan tembusan kepada Kepala KPP tempat PKP Penjual/Pengusaha Jasa dan PKP Pembeli dikukuhkan dengan cara:
1) Atas dasar permintaan tersebut, PKP Penjual atau Pengusaha Jasa membuat fotokopi Faktur Pajak Standar yang disimpan, sebanyak 2 (dua) lembar,
2) Fotokopi tersebut kemudian dilegalisasi oleh KPP tempat PKP Penjual/Pengusaha Jasa dikukuhkan sebagai PKP. Setelah dilegalisasi, satu lembar disimpan oleh pejabat KPP dan lembar lainnya dikembalikan kepada PKP yang bersangkutan untuk diserahkan kepada PKP Pembeli/Penerima JKP.
8) Pengisian yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan berakibat Faktur Pajak terse-but tergolong sebagai Faktur Pajak Standar cacat.



f. Saat Pembuatan FakturPajak

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-159/PJ/2006, Faktur Pajak dapat wajib dibuat paling lambat :
1) pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP dan/atau JKP dalam hal
pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP;
2) pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan ber-ikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;
3) pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penye-rahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
4) pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
5) pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN.

Faktur Pajak Gabungan dibuat paling lambat :
1) pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP, dalam hal pemba-yaran baik sebagian maupun seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan BKP dan/atau JKP;
2) pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP.
Pasal 13 Peraturan Direktur Jenderal Pajak dimaksud menetapkan bahwa Faktur Pajak Stan-dar yang dibuat telah melampaui jangka waktu 3 bulan sejak batas waktu pembuatannya, diper-lakukan tidak sebagai Faktur Pajak sehingga PKP dianggap belum membuat Faktur Pajak.

g. Penyerahan BKP/JKP yang pembayarannya menggunakan valuta asing

Dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP yang pembayarannya menggunakan valuta asing, berdasarkan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 diatur sebagai berikut :
(1) Apabila pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak.
(2) Dalam hal pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian yang dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan Pasal 16A Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai mem-pergunakan mata uang asing, maka besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Ke-putusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Sejak 1 Januari 2007, apabila terjadi perubahan nilai kurs pada saat pembayaran sehingga berbeda dengan nilai kurs yang digunakan dalam Faktur Pajak atas penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN, maka PKP Rekanan wajib melakukan dua macam kegiatan yaitu :
1) Menyesuaikan nilai kurs dalam Faktur Pajak dengan nilai kurs pada saat pembayaran dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti.
2) Melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang terkait



h. Sanksi

1) Berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP ditetapkan bahwa Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau tidak mengisi selengkapnya, dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
2) Berdasaran Pasal 39A UU KUP, bagi setiap orang yang:
a) membuat atau menggunakan Faktur Pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b) belum dikukuhkan sebagai PKP dengan sengaja membuat Faktur Pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak.

i. Nota Retur
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995 sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 5A UU PPN 1984, mengatur Nota Retur sebagai berikut :
1) Nota Retur dibuat apabila terjadi pengembalian BKP, kecuali BKP tersebut diganti BKP dari jenis yang sama, tipenya sama, jumlah dan harganya sama oleh PKP Pen-jual.
2) Nota retur berfungsi mengurangi Pajak Masukan PKP Pembeli dalam SPT Masa PPN dalam Masa Pajak dibuat Nota Retur, mengurangi Pajak Keluaran PKP Penjual dalam SPT Masa PPN dalam Masa Pajak diterima Nota Retur.
3) Bentuk Nota Retur dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi PKP, tetapi keterangan yang tercantum di dalamnya harus memenuhi ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yaitu :
a) Nomor Urut ;
b) Nomor dan Tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan ;
c) Nama, alamat dan NPWP pembeli ;
d) Nama, alamat, NPWP dan tanggal pengukuhan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak ;
e) Macam, jenis kuantum, dan Harga Jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan ;
f) PPN atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan ;
g) PPnBM atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan ;
h) Tanggal pembuatan Nota Retur ;
i) Tanda tangan pembeli.
4) Yang membuat Nota Retur adalah Pembeli.


KETENTUAN DIATAS MERUPAKAN KETENTUAN SESUAI UU PPN LAMA (SEBELUM UU NO 42 TAHUN 2009)
KETENTUAN BARU MENGENAI FAKTUR PAJAK SESUAI UU PPN BARU NO 42 TAHUN 2009 (berlaku mulai 1 April 2010) dapat KLIK DISINI
Sumber : http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/03/faktur-pajak-ppn-pajak-pertambahan.html 

Artikel Terkait Pajak

No comments:

Post a Comment