SPT
adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak.
SPT terdiri dari :
a. SPT Tahunan PPh;
b. SPT Masa yang meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN
SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.
a. SPT Tahunan PPh;
b. SPT Masa yang meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN
SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.
E-SPT
adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan
menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT
adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.
Kewajiban menyampaikan SPT.
Kewajban
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal
3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
Tempat dan cara pengambilan SPT.
Pasal
3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg
ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan
mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara
pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.
Penandatangan SPT.
Mengenai
kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU
KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:”WP wajib
mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan
menandatanganinya.”
Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus atau direksi
(Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus
sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah
termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan
kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan
kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan
pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut
tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte
pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan
pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT
sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang
tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai
orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian beserta
perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi
kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya untuk kepentingan
penagihan pajak.
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).
Penandatanganan SPT oleh WP /
Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda
tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum
yang sama dengan tanda tangan biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda
tangan digital adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki
hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain
termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau
kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK
No. 181/PMK.03/2007)
Cara penyampaian SPT.
Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :
secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
dengan cara lain seperti:
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)
secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
dengan cara lain seperti:
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)
Batas waktu penyampaian SPT.
Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :
a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak;
c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
SPT dianggap Tidak Disampaikan.
Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a. SPT tidak ditandatangani;
b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;
c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau
d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP.
a. SPT tidak ditandatangani;
b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;
c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau
d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP.
Apabila
SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan
kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap
sebagai data perpajakan.
Mengenai dokumen yang harus dilampirkan
pada SPT dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tentang “Bentuk dan Isi SPT,
serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian
SPT” dinyatakan bahwa :
SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan;
SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;
Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan DJP;
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}.
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}
SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan;
SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;
Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan DJP;
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}.
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat
kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus
tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)
WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa.
Dalam
Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria tertentu
dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan
kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau
berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :
1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:
a. WP usaha kecil; terdiri dari:
1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb :
a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau
2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.900.000.000,-; atau
b. WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat tinggal/kedudukan/kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
2) Tata Cara Pelaporan
a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus;
b> Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian;
c> Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak memberitahukan secara tertulis kepada WP.
WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.
Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima
atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP sebagaimana
dimaksud dalam UU PPh.
Dikecualikan
dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP Orang
Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan
pekerjaan bebas.
Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.
Sanksi
bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi
ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat berupa
kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38
UU KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 39 UU KUP.
A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
B. Sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
B. Sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.
Ayat (2) menyatakan bahwa “sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan terhadap”:a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.
Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.
Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.
C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.
Sanksi
administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKP KB
apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur
secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari
Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
D. Sanksi pidana kurungan.
Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.
Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:
Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan SPT; atau
b.
menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13A,
didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang
yg tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak
terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling
singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.”
Yang dimaksud dengan
perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A adalah
“WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan
tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yg kurang
dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB”.
E. Sanksi pidana penjara.
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan sengaja:
c. tidak menyampaikan SPT;
d.
menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda
antara 2 s/d 4 kali.
Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT.
Berkaitan
dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui
SPT, WP mempunyai hak-hak sbb :
1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
2. Membetulkan SPT
3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT
Sumber : http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/04/surat-pemberitahuan-spt.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar