Banyak juga tulisan-tulisan kawan-kawan blogger yang mengupas masalah NPWP ini dari berbagai sudut tergantung pada kepentingan dan pemahaman serta pengalaman sang blogger. Ada tulisan yang pro ada pula yang kontra.
NPWP itu sendiri adalah singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak. Bagi pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak, kepemilikan NPWP adalah hal yang sangat penting menyangkut tertibnya administrasi perpajakan di Indonesia sehingga memudahkan dalam pekerjaan pengawasan kewajiban perpajakan sehingga tujuan untuk menghimpun penerimaan pajak menjadi optimal. Pada gilirannya tugas Pemerintah pada umumnya untuk mensejahterakan rakyatnyapun semakin mudah untuk dilakukan.
Dari sudut pandang inilah hampir semua fihak sepakat pentingnya NPWP sehingga baik Pemerintah maupun DPR sepakat memberikan beberapa insentif dan insentif dalam amanndemen Undang-undang Pajak Penghasilan terbaru agar masyarakat secara sukarela memiliki NPWP.
Istilah NPWP nampaknya sekarang sudah semakin populer di masyarakat. Ini
tak lain karena gencarnya iklan yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak tentang kewajiban untuk ber NPWP. "Punya penghasilan tapi tidak punya NPWP? Apa kata dunia?" Saya kira hampir semua kita sudah pernah melihat iklan itu.
NPWP sendiri adalah kependekan dari Nomor Pokok Wajib Pajak. NPWP digunakan sebagai sarana administrasi dalam pemenuhan kewajiban dan hak masyarakat Wajib Pajak.
Fungsinya mirip-mirip dengan KTP atau SIM, Cuma beda tujuannya saja. Nah, jika seseorang atau badan sudah memiliki NPWP, maka ia akan masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia.
Dengan demikian, secara formal, Wajib Pajak nantinya harus melakukan pelaporan-pelaporan pajak sesuai dengan jenis-jenis kewajibannya. Jenis-jenis kewajiban pajak ini bermacam-macam. Ada yang disebut PPh Pasal 25/29, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) serta ada juga kewajiban PPN.
Masing-masing orang atau badan berbeda-beda kewajibannya sesuai dengan kondisinya masing-masing. Untuk badan misalnya, kewajiban pajak hampir meliputi semua jenis kewajiban tersebut. Untuk orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, kewajiban pajaknya biasanya adalah PPh Pasal 25 bulanan, dan pelaporan SPT PPh Tahunan. Kalau dia punya karaywan, kewajibannya juga meliputi PPh Pasal 21. Bagi orang pribadi yang statusnya hanya sebagai karyawan, kewajibannya hanya menyampaikan SPT Tahunan setiap tahun.
Mungkin banyak di antara Anda yang bertanya, siapa yang harus memiliki NPWP. Berdasarkan ketentuan, setiap badan (PT, CV, Yayasan, Koperasi dsb) wajib memiliki NPWP. Sedangkan untuk orang pribadi, yang wajib memiliki NPWP adalah orang yang penghasilannya dalam satu tahun melebihi jumlah tertentu yang disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Tulisan ini hanya pengantar untuk mempelajari lebih mendalam tentang pajak di Indonesia. Tulisan-tulisan berikutnya akan membahas masing-masing jenis kewajiban pajak tersebut. Untuk itu silahkan pantau terus blog ini.
NPWP sendiri adalah kependekan dari Nomor Pokok Wajib Pajak. NPWP digunakan sebagai sarana administrasi dalam pemenuhan kewajiban dan hak masyarakat Wajib Pajak.
Fungsinya mirip-mirip dengan KTP atau SIM, Cuma beda tujuannya saja. Nah, jika seseorang atau badan sudah memiliki NPWP, maka ia akan masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia.
Dengan demikian, secara formal, Wajib Pajak nantinya harus melakukan pelaporan-pelaporan pajak sesuai dengan jenis-jenis kewajibannya. Jenis-jenis kewajiban pajak ini bermacam-macam. Ada yang disebut PPh Pasal 25/29, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) serta ada juga kewajiban PPN.
Masing-masing orang atau badan berbeda-beda kewajibannya sesuai dengan kondisinya masing-masing. Untuk badan misalnya, kewajiban pajak hampir meliputi semua jenis kewajiban tersebut. Untuk orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, kewajiban pajaknya biasanya adalah PPh Pasal 25 bulanan, dan pelaporan SPT PPh Tahunan. Kalau dia punya karaywan, kewajibannya juga meliputi PPh Pasal 21. Bagi orang pribadi yang statusnya hanya sebagai karyawan, kewajibannya hanya menyampaikan SPT Tahunan setiap tahun.
Mungkin banyak di antara Anda yang bertanya, siapa yang harus memiliki NPWP. Berdasarkan ketentuan, setiap badan (PT, CV, Yayasan, Koperasi dsb) wajib memiliki NPWP. Sedangkan untuk orang pribadi, yang wajib memiliki NPWP adalah orang yang penghasilannya dalam satu tahun melebihi jumlah tertentu yang disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Tulisan ini hanya pengantar untuk mempelajari lebih mendalam tentang pajak di Indonesia. Tulisan-tulisan berikutnya akan membahas masing-masing jenis kewajiban pajak tersebut. Untuk itu silahkan pantau terus blog ini.
Sebagai acuannya adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya saya sebut UU KUP) dan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tanggal 6 Pebruari 2008.
Pengertian NPWP sendiri menurut UU KUP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Secara umum kewajiban NPWP ini dibebankan kepada Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kapan Harus Mendaftar?
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, maka kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
2. Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya.
4. Wajib Pajak Orang Pribadi selain dari yang disebutkan di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa kewajiban memiliki NPWP ini bagi Wajib Pajak badan dikaitkan dengan saat usaha mulai dijalankan. Begitu juga bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, kewajiban memiliki NPWP ini dikaitkan dengan saat usaha mulai dijalankan. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, seperti karyawan, kepemilikan NPWP dikaitkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Bagi orang pribadi selain di atas, dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Termasuk dalam kelompok ini menurut saya adalah orang pribadi yang penghasilannya tidak melebihi PTKP. Kata-kata "dapat" menunjukkan bahwa bagi kelompok ini kepemilikan NPWP bukanlah kewajiban.
Saat Usaha Mulai Dijalankan
Point yang harus dicermati pada masalah ini adalah bahwa jangka waktu pendaftaran NPWP bagi Wajib Pajak Badan dikaitkan dengan "saat usaha mulai dijalankan". Frasa tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa yang namanya Wajib Pajak Badan pastilah melakukan kegiatan usaha. Bagaimana dengan badan-badan yang didirikan tidak untuk melakukan kegiatan usaha yang sifatnya tidak mencari untung seperti yayasan sosial atau badan keagamaan? Bagi badan-badan seperti ini frasa tersebut bisa memberi ruang penafsiran yang berbeda.
Mereka bisa saja berkelit tidak ada kewajiban NPWP buat mereka karena mereka tidak pernah melakukan kegiatan usaha. Memang sepertinya argumen seperti ini benar. Karena tidak melakukan kegiatan usaha berarti tak ada laba usaha. Tapi harus diingat bahwa, kepemilikan NPWP ini justru perlu untuk menunjukkan dan membuktikan bahwa mereka memang benar tidak melakukan kegiatan usaha, dalam arti semua sumber dananya digunakan untuk tujuan sosial atau tujuan keagamaan. Di samping itu kepemilikan NPWP juga perlu untuk melakukan kewajiban pemotongan pajak terhadap fihak lain, minimal untuk pemotongan PPh Pasal 21 karyawan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, menurut saya frasa "saat usaha mulai dijalankan" bagi Wajib Pajak Badan sebaiknya diganti menjadi "saat usaha atau kegiatan mulai dijalankan". Dengan demikian akan mempersempit ruang penafsiran yang berbeda
Sumber : http://kunci-pajak.blogspot.com/search/label/NPWP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar